Teliti Padi Kualias Tinggi, UMY Jalin Kerjasama dengan Alwyni International Capital

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan penandatanganan kerjasama dengan sebuah perusahaan Arab SaudiAlwyni International Capital (AIC) dalam mengembangkan pada basmati di Yogyakarta. Penandatangan kerjasama yang diadakan Rabu (28/12) di Ruang Sidang Komisi Gedung AR Fahruddin A Kampus Terpadu UMY ini dihadiri Rektor UMY, Dasron Hamid, M.Sc., Presiden Direktur AIC Farouk Abdullah Alwyni, Wakil Bupati Gunungkidul Immawan wahyudi, dan perwakilan Islamic Development Bank.
Ketua tim peneliti, Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP. menjelaskan, padi Basmati adalah varietas padi unggulan yang dikonsumsi oleh masyarakat Timur Tengah. Di sana, besar Basmati menjadi makanan pokok kedua setelah gandum.Permintaan terhadap beras basmati sangat tinggi lantaran dikenal memiliki arona yang wangi dan halus. Beras Basmati memiliki kualitas dan harga pasar yang jauh lebih tinggi dari beras yang biasa dikonsumsi di Indonesia.
Selama ini, beras Basmati di Timur Tengah tersebut sebagian besar hanya diperoleh dari India dan Pakistan. Beras ini memang sudah lama tumbuh dan diproduksi di kedua negara tersebut. “Jumlah permintaan beras basmati tersebut terus meningkat, jadi negara-negara Timur Tengah berusaha mencari produsen baru varietas ini agar tidak tergantung pada kedua negara tersebut. Sehingga adanya pemenuhan kebutuhan”, terang Agus.
Menurut Agus, penelitian yang dilakukan timnya ini sebenarnya sudah dilakukan sejak akhir 2010 lalu. Padi Basmati ditanam di beberapa tempat di Gunung Kidul, Bantul dan Sleman. Dalam jangka waktu itu Agus dan kawan-kawan berupaya mencari formula yang tepat untuk selanjutnya mengembangkannya lebih lanjut bersama AIC. Benih padi Basmati diperoleh tim dari Bahan Penelitian Padi (Balipta) Sukamandi, Bantaeng Sulsel, dan Nusa Tenggara. “Selanjutnya hasil panen yang sudah ada akan diuji kelayakannya. Apakah hasilnya sesuai harapan atau tidak”
Salah satu permasalahan yang diteliti tim menurut Agus adalah mengenai asal baru harum yang didapatkan pada produksi padi Basmati. Bau harum tersebut diduga muncul jika padi Basmati di tanam di daerah dataran tinggi, sekitar 500 m di atas permukaan laut. “Hasil lain yang telah didapatkan misalnya bahaw padi Basmati dapat ditanam dalam keadaan tergenang maupun kering, baik secara organik maupun anorganik”
Selain itu menurut Agus, padi basmati berumur sekitar 105-110 hari namun tidak tahan terhadap hama wereng. Bulirnya sangat disukai tikus dan burung yang mengindikasikan rasanya enak. Untuk selanjutnya, agus dan kawan-kawan berencana melakukan penelitian dengan menguji kulatias beras meliputi kanduungan gizi dan organoleptik, kelengasan dan pemupukan, serta pengendalian hama.
Pada akhirnya Agus mengharapkan. Jika hasil studi kelayakan beras Basmati, merupakan sebuah peluang besar bagi UMY dan pemerintah DIY untuk mengembangkannya. Padi Basmati akan membuka peluang bagi DIY untuk mengembangkan padi ini sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. “Sebuah peluang jika Indonesia bisa memperoleh pendapatan melalui ekspor beras basmati ke Timur Tengah. Ini kesempatan besar” tandasnya.
published at: 

on 28 December 2011 | | A comment?

Buya Syafii: Ganti NKRI jadi NPRI

Penerapan desentralisasi di Indonesia menurut Buya Syafii Ma’arif belum mencapai tujuan. Hal ini menggelitik Syafii untuk mengusulkan bentuk negara Indonesia dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Negara Persatuan Republik Indonesia (NPRI). Menurutnya, konsep negara federasi seperti Malaysia, Swiss maupun Jerman agaknya lebih tepat agar pemimpin tidak melihat Indonesia dari Jakarta, atau Jawa saja.
Syafii menyampaikan hal tersebut di hadapan mahasiswa FISIPOL se-DIY dan Jateng pada acara Dialog Negeriku bertajuk “Membangun Kultur Ideal dalam Menciptakan Pemimpin Ideal 2014” yang diadakan Forum Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Indonesia (FOLMASPI) bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltiik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (BEM FISIPOL UMY), Selasa (27/12) di Ruang Sidang lantai 5 Gedung AR Fahruddin B Kampus Terpadu UMY.
Syafii juga menilai, meskipun pemerintah menerapkan sistem desentralisasi di Indonesia, nilai-nilai sentarlistik masih sangat kental dirasakan dalam aplikasinya. “Walaupun kewenangan diserahkan ke daerah, izin pembangunan ke pemerintah pusat masih melalui proses yang lama sekali. Itu karena pemerintah pusat belum tentu tahu kondisi di daerah. Semua masih hanya melihat Jawa. Tidak ada distribusi kekayaan yang adil”, terangnya.
Sebuah negara majemuk menurut Syafii seharusnya benar-benar mempertimbangkan keanekaragaman yang ada, baik suku ras agama. Para pemimpin yang ideal adalah yang melihat negara ini dari kacamata Indonesia seutuhnya. “Tidak seperti sekarang ini, lebih dari setengah perederan uang di Indonesia terjadi di Jawa. Padahal Indonesia negara dengan tradisi sosiokultural yang kental. Kekhasan daerah harus dipertimbangkan”, jelas Syafii.
Kelompok separatis yang muncul di berbagai daerah di luar Pulau Jawa, menurut Syafii juga muncul salah satunya akibat kegelisahan masyarakat yang tidak mampu mengembangkan daerahnya tersebut. Sistem pemerintahan di Indonesia cenderung menimbulkan kesenjangan pembangunan. “Padahal sumber daya alam daerah tersebut begitu berlimpah. Ya ini karena pusat pemerintahan masih ada di Jawa”.
Selanjutnya Syafii menjelaskan, upaya-upaya yang dituturkannya ini tetap hanya akan terjadi jika Indonesia dipimpin oleh para politisi yang idealis, bukan pragmatis seperti sekarang ini. Permasalahan besar menurutnya saat mengetahui 94% kepala daerah di Indonesia bahkan pecah dengan wakilnya sendiri. “Jadilah pemimpin untuk rakyat, bukan pemimpin untuk partai. Kita harus mengatakan selamat tinggal bagi pemimpin asal-asalan”
Selain Syafii Ma’arif, dialog tersebut menghadirkan Wakil Ketua Komisi 2 DPR-RI Ganjar Pranowo, SH., dan pengamat politik yang juga dosen FISIPOL UMY, Adde M. Wirasenjaya SIP., M.Si.
published at:

on 27 December 2011 | | A comment?

Mahasiswa UMY Ciptakan Alat Deteksi Curah Hujan Tepat Guna

Para petani kini disulitkan untuk memperkirakan waktu tanam dan panen padi atau tanaman lain. Selama ini para petani cenderung menentukannya dengan tradisi yang telah ada secara turun temurun dengan melihat siklus curah hujan yang teratur. Namun, curah hujan yang saat ini mengalami siklus tidak menentu. Hal ini membuat petani kesulitan untuk memproduksi dengan kualitas terbaik karena tidak bisa lagi tergantung pada tradisi tersebut.

Dilatarbelakangi hal tersebut Andi Kurniawan, Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (TE UMY) berhasil menciptakan alat pendeteksi curah hujan tepat guna dengan biaya produksi yang terjangkau oleh masyarakat. Dijelaskan Andi Senin (26/12) di Kampus Terpadu UMY, bahkan biaya produksi alat pendeteksi ini dapat diminimalisasi hingga sekitar empat ratus ribu rupiah.

Alat ini dijelaskan Andi menggunakan komponen-komponen sederhana dalam produksi, yaitu corong, penjungkit, mikrontroler, alat transmisi wireless dan alat penampil data seperti komputer. Corong digunakan sebagai penampung pertama air hujan. Air hujan kemudian dialirkan ke penjungkit sehingga terjadi jungkitan saat volume air hujan yang tertampung di penjungkit telah mencapai jumlah yang ditetapkan. Jumlah jungkitan yang terjadi pada penjungkit tersebut lalu dihitung oleh Optocoupler sebagai sensor.

Data berupa jumlah yang jungkitan yang dihitung Optocoupler ini akan diolah oleh mikrokontroler sebagai pengolah dan akan dikirimkan ke komputer secara wireless. Data ini akan tersimpan secara otomatis di komputer sebagai data curah hujan. “Di alat yang saya rancang ini,  saya menggunakan alat transmisi wireless jenis TRW 2.4G. Data curah hujan yang akan muncul juga diatur dengan satuan milimeter per jam. Bisa juga diubah menjadi sesuasi kebutuhan dan biaya”, terangnya Andi.


Menurut Andi, sebenarnya selama ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki alat yang dapat digunakan untuk mengukur curah hujan dan kebutuhan lain. Permasalahannya, satu alat pengukur curah hujan yang digunakan BMKG tersebut biasanya hanya dapat mewakili daerah dengan radius sekitar 10 kilometer dari posisi alat tersebut. Hal ini dipersulit dengan mahalnya alat sehingga BMKG hanya dapat menempatkan alat tersebut di titik-titik yang terbatas.


Dilanjutkan Andi, permasalahan BMKG selanjutnya adalah pada upaya sosialisasi hasil alat tersebut. BMKG masih kesulitan untuk memberikan informasi curah hujan kepada seluruh masyarkat. “Selama ini, beberapa petani langsung datang ke petani untuk melihat hasil curah hujan. Namun, hal ini tidak efisien karena dibutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga banyak petani yang lebih memilih mengira-ngira secara tradisional”, jelasnya.


Selanjutnya Andi mengharapkan, alat ini dapat dimanfaatkan secara luas oleh para petani dan masyarakat umum sehingga mempermudah pengukuran curah hujan. Selain biaya terjangkau, pengunaannya pun cukup mudah dan tidak memakan waktu dan biaya tambahan. “Dengan alat ini, kita cukup melihat hasil pengukuran curah hujan di komputer tanpa melakukan proses apapun. Karena selama alat bekerja, data langsung secara otomatis tersimpan. Pada akhirnya petani dapat memproduksi padi dengan kualitas terbaik”.
published at:

on 26 December 2011 | | A comment?

Pemerintah Malaysia Gandeng FH UMY Kaji Sistem Administrasi Tanah Pra dan Pasca Bencana di Indonesia

Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tsunami, dan tanah longsor saat ini menjadi sebuah kejadian yang semakin sering terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Hal ini menuntut setiap elemen termasuk institusi pendidikan dan pemerintah di Asia Tenggara untuk mengkaji masalah ini lebih dalam. Sistem perundang-undangan tentang Administrasi tanah, menjadi penting dalam meminimalisasi permasalahan yang timbul jika terjadi bencana.
Hal ini melatarbelakangi kerjasama yang diadakan International Program For Law & Sharia Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogykarta UMY (IPOLS FH UMY) dengan  Institut Tanah Ukur Negara (INSTUN) Kementrian Sumber Asli dan Alam Sekitar Kerajaan Malaysia, dan Ahmad Ibrahim Kulliyyah of Laws,  International Islamic University of Malaysia (AIKoL IIUM) dalam penyelenggaraan Colloquium “Sistem Pendaftaran dan Administrasi Pertanahan Pra dan Pasca Bencana Alam di Indonesia dan Malaysia” Selasa-Sabtu (20-24/12) di Yogyakarta.
Menurut Direktur IPOLS Yordan Gunawan yang ditemui di sela-sela acara di All Season Hotel, Kamis (22/12), Colloquium menjadi sebuah ajang bertukar pikiran secara mendalam mengenai bagaimana proses administrasi dan inventarisasi tanah baik sebelum maupun setelah bencana. Setelahnya diperlukan pemahaman mengenai isu-isu dan masalah yang dihadapi. “Tidak hanya sekedar pada tataran teori, tetapi juga secara praktis. Pada akhirnya bersama-sama kita dapat menemukan sistem yang lebih baik”, jelasnya.
Menurut Yordan, menjadi sangat penting bagi kita untuk merancang sistem administrasi pertanahan yang jelas sebelum bencana terjadi. Pendaftaran kepemilikan tanah, pemberian hak serta perundang-undangan lain sangat diperlukan untuk mengantisipasi kondisi tidak terduga pasca bencana alam, misalnya sengketa tanah.
Colloquium menghadirkan Dosen FH UMY, Dr. Johan Erwin Isharyanto, S.H., M.H., pimpinan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah DIY, Kabupaten Sleman dan Bantul. Para pembicara akan menjelaskan sistem administrasi dan inventariasi tanah pra dan pasca bencana di daerah masing-masing. “Kabupaten Bantul dan Sleman memiliki sistem yang cukup berbeda dalam penanganan hal ini. Di Sleman ada erupsi Merapi, di Bantul ada gempa bumi dan lain-lain. Sehingga kami perlu hadirkan keduanya” terang Yordan.
Yordan juga menjelaskan bahwa kegiatan semacam ini memang diadakan rutin oleh INSTUN di berbagai negara yang kerap mengalami bencana alam. Hal ini dilakukan pemerintah Malaysia untuk mengantisipasi bencana yang bisa datang tak terduga. UMY, menjadi pilihan untuk mengadakan kajian bersama tersebut di Indonesia. “Sebuah kebanggaan yang sangat besar bagi UMY atas kepercayaan yang diberikan untuk bekerjasama langsung dengan pihak Kerajaan Malaysia” terangnya.
Pada akhirnya Yordan mengharapkan, kerjasama seperti ini terus berlanjut demi hubungan baik Indonesia dan UMY secara khusus dengan Malaysia. “Ini merupakan aktififtas luar biasa demi perkembangan kualitas edukasi kedua negara. Sungguh mulia kiranya saat kita bersama-sama berupaya meminimalisasi permasalahan yang muncul akibat bencana alam di dunia”
Acara ini dibuka langsung oleh Dekan FH UMY Endrio Susilo, dan juga dihadiri pejabat INSTUN Mohammad Yusaimi Bin Mat Yusuf, serta Wakil Dekan AIKoL IIUM, Prof. Farid Sufian Suhaib. Selain berupa seminar, para peserta Colloquium juga dijadwalkan mengunjungi BPN DIY untuk meninjau langsung proses administrasi.

on 22 December 2011 | | A comment?

Perluas Jaringan Internasional, 6 Mahasiswa UMY Ikuti Program ke Thailand-Vietnam

Sebanyak, 6 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berupaya membangun jaringan dengan mengikuti program International Friendship Culture Tour and Studies (IFCTS) Thailand (Bangkok) and Vietnam (Ho Chi Minh) yang diadakan organisasi Asia Pasific-indonesia Multicultural Undestanding Network (APIMUN). Program tersebut merupakan program kunjungan budaya dan persahabatan pemuda Indonesia ke Thailand dan Vietnam, 12-18 Desember 2011.
Para Ambassador bersama Atase Pendidikan KBRI Thailand, Prof. Dr. Ir. Didik Sulistiyanto

Menurut salah satu peserta IFCTS, Nudia Vebina Ayumahani saat ditemui di Kampus Terpadu UMY setelah kembali ke Indonesia, Selasa (20/12), ia bersama Taufan Himawan, Galih Dwi, Febriyani Tentyana, Rusdy Namsa, dan Dwi Auditya Muttaqien, melakukan kunjungan ke beberapa lembaga seperti Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok. Mereka langsung diterima oleh Atase Pendidikan KBRI Thailand, Prof. Dr. Ir. Didik Sulistiyanto. Mereka juga berkesempatan mengunjungiEmpower Foundation, sebuah LSM HAM yang eksis di hampir 100 negara di dunia.
Nudia menjelaskan, di era yang semakin global ini, kemampuan membangun jaringan menjadi bagian yang sangat vital untuk diperoleh sedini mungkin. Menurutnya, interaksi tanpa pandang jarak lintas negara melalui perkembangan teknologi dan informasi semakin tidak terbendung. Hal ini lalu menuntut setiap individu membuka mata seluas-luasnya. “Globalisasi artinya negara akan sekedar jadi batasan wilayah. Kita butuh jaringan internasional untuk menghadapinya. Kalau tidak, di negara sendiri pun kita bisa kalah oleh jangkauan global orang lain”, terang mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional (HI) UMY ini.
Selama mengikuti rangkaian program, para peserta IFCTS ditemani mahasiswa-mahasiswa dari Ho Chi Minh City University of Social Sciences and Humanities (HCMUSSH) Vietnam, dan Bangkok University Thailand. Dengan begitu, kita saling mempelajari bahasa, baik Vietnam, Thailand,maupun Indonesia juga Bahasa Inggris. “Yang menarik, beberapa duta Vietnam lancar berbahasa Indonesia. Ternyata Sastra Indonesia di sana cukup diminati” terang Nudia.
Para Ambassador di depan Cao Dai Temple, Vietnam
Selain mengunjungi lembaga-lembaga, Para peserta ICFTS juga mengunjungi beberapa tempat budaya di kedua negara. Di Vietnam, mereka mengunjungi Terowongan Chu Chi, Cao Dai Temple, serta pertunjukkan boneka Vietnam. Sementara di Thailand mereka mengunjungi Wat Arum, Wat Pho dan tempat bersejarah lain. Menurut Nudia, hal ini memperlihatkan kepadanya bahwa budaya di dunia sangat beragam dan kita perlu mengetahuinya.
“Di saat kunjungan-kunjungan itulah kita bertukar pikiran. Dimulai bertukar pengetahuan bahasa, budaya serta diskusi-diskusi yang diarahkan panitia. Menjadi menarik karena sepanjang perjalanan kita bertemu pengunjung dari Itaia, Inggris dan beberapa negara. Selain juga mempromosikan Indonesia, diharapkan terbangun sebuah komunitas internasional yang saling menguntungkan satu sama lain nantinya”, pungkas Nudia.
published at:

on 20 December 2011 | | A comment?

UMY Juarai Kompetisi Basket GME se-DIY

Tim Bola Basket Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berhasil menjuarai kompetisi Bola Basket se-DIY, Gadjah Mada Econolympic (GME) 2011 yang diadakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM), 9-18 Desember 2011. Di partai final tim FISIPOL UMY secara tidak terduga mengalahkan salah satu tim unggulan, FT Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) tipis, 54-51 di GOR Amongrogo Yogyakarta.
Kejar mengejar angka sebenarnya diperlihatkan kedua tim sejak menit pertama pertandingan dimulai. Namun, konsentrasi tim FISIPOL UMY mulai hilang memasuki quarter ketiga. Bahkan FT UAJY sempat unggul hingga 10 angka di quarter ketiga. Di quarter tersebut, FT UAJY unggul sementara 41-35.
Adalah kolektifitas permainan dan semangat juang tinggi yang disebut Jeff Lauren, asisten pelatih FISIPOL UMY menjadi kunci kemenangan. FISIPOL UMY berhasil bangkit di quarter keempat. Di 1 menit terakhir FISIPOL UMY berhasil memimpin dengan 51-47 sehingga FT UAJY berbalik berupaya mengejar ketertinggalan. Namun, FISIPOL UMY justru mampu memperlebar jarak melalui free throw pemain bernomor punggung 5, Raffi di 7 detik sebelum pertandingan usai. 54-51 untuk FISIPOL UMY.
Jeff yang ditemui usai pertandingan menjelaskan, kemenangan ini menjadi sangat istimewa karena gelar juara diraih dengan mengalahkan tim sebesar UAJY. UAJY adalah tim yang selalu berhasil menjegal UMY hampir seluruh turnamen yang mereka ikuti. “Kali ini kami menang, dan ini di final. Kerja keras anak-anak selama ini akhirnya membuahkan hasil. Suporter kami pada malam ini memberikan energi tersendiri bagi para pemain. Kami sangat berterima kasih.”
Tim-tim seperti UAJY dan UGM sebenarnya merupakan tim-tim unggulan di setiap turnamen di DIY. Tim-tim tersebut selalu memliki bintang yang berpengaruh besar pada kualitas tim. Berbeda dengan UMY, Jeff menilai tidak ada satupun pemain bintang di tim ini. “Tidak ada starter, tidak ada cadangan. Semua pemain inti. Ini hebat bagi tim yang untuk latihan pun harus menyewa lapangan, tapi kami juara”, pungkasnya.
Dalam kompetisi yang diikuti 24 universitas se-DIY ini, FISIPOL UMY berhasil mengalahkan seluruh lawan-lawan yang dijumpai. FISIPOL UMY mengalahkan FK UII 23-15 dan FE UTY 23-22 di babak awal. Di perempat final FISIPOL UMY menghabisi FIK UNY 35-32. Sementara sebelum melangkah ke final, STTNAS dipaksa menyerah dengan skor 53-47 di babak semifinal.
UMY berhak meraih trophy penghargaan beserta uang pembinaan 1,5 juta rupiah. Selain itu, UMY juga berhasil menyabet penghargaan Most Valuable Player (MVP) atas nama Virgio Rizky Pradipta. Mahasiswa Hubungan Internasional (HI) UMY bernomor punggung 8 itu menyumbang 14 angka di partai final. Pemain lain, Eka Adde Setyawan bernomor punggung 11 juga menyumbang 14 angka.
published at:

on 19 December 2011 | | A comment?

Indonesia Berpotensi Kuasai Ekonomi Global

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY) menghadirkan Duta Besar dan Ketua Delegasi Uni Eorpa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan ASEAN, Julian Wilson, dalam Kuliah Umum “European Union’s Economic Challenge and Solution” di Ruang Sidang AR Fahrudin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY. Kulaih Umum tersebut juga dhadiri Direktur Center for Good Governance (CGG), Christoph Behrens.
Dalam kuliah yang dihadiri sekitar 120 mahasiswa HI UMY tersebut, Julian menilai bahwa Indonesia terlalu tertutup dan takut untuk menghadapi globalisasi. Padahal, Indonesia memiliki potensi untuk berkompetisi dalam perekonomian global. “Indonesia adalah sebuah negara yang seharusnya kompetitif dengan kekayaan  yang ada, bahkan ada potensi mendominasi perekonomian global”.
Disebut Julian, potensi Indonesia yang paling dapat dimaksimalkan dalam bidang farmasi dan bahan –bahan kimia yang dihasilkan dari alam. Ia menyebut Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah di hutan untuk dijadikan obat-obat. “Uni Eropa, bahkan Cina mengakui Indonesia sebagai salah satu kompetitor kuat dalam ekonomi global ini. Uni Eropa pun menggunakan produk-produk Airbus Indonesia disbanding negara lain. Ini bukti Indonesia kompetitif”, katanya.
Dalam hal ini, Julian menyarankan Indonesia untuk lebih terbuka dalam menghadapai globalisasi. Indonesia seharusnya mebuka pintu-pintu negosiasi kepada investor asing untuk mengembangkan industri dengan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Akan. nada keuntungan timbal balik dari masuknya investor. “jangan pernah takut dan anda akan menang. Pemasukan dari ekspor barang-barang jadi akan memperbaiki posisi ekonomi Indonesia di dunia”, jelasnya
Pada akhirnya Julian juga menyambut baik kegiatan diskusi yang diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Menurutnya, berbeda dengan orang-orang terdahulu yang cenderung terlalu sopan dan tidak secara langsung, para pemuda Indonesia lebih berani berbicara.
published at:

on 14 December 2011 | | A comment?

Sosialisikan Gigi Implan, UMY Datangkan Ahli dari Jerman

Teknologi kedokteran gigi di dunia mengalami perkembangan yang demikian cepat sehingga menuntut para ahli di Indonesia untuk mengikuti setiap perkembangan. Salah satunya adalah perkembangan teknologi Gigi Implan atau gigi tanam. Metode ini dinilai cukup efektif dalam mengatasi berbagai permasalahan konvensional yang ada di dunia kedokteran gigi. Namun, kurangnya sosialisasi dan informasi di Indonesia membuat metode ini jarang digunakan masyarakat.
Hal ini mendorong Program Studi Kedokterean Gigi Universitas Muhammadiyah Yogykarta (KG UMY) mendatangkan Ahli Implantologi Kedokteran Gigi asal Jerman, dr. dent. Jens Schaefer untuk mengisi Workshop of Implant pada Dental School UMY, Kamis (8/12) di Convention Hall Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Asri Medical Center (RSGMP AMC) UMY. Selain Itu, KG UMY juga mendatangkan drg. Masykur Rahmat,Sp. BM, salah satu ahli bedah mulut di Yogyakarta. Kegiatan ini dihadiri lebih dari 100 mahasiswa dan dokter gigi baik dari dalam maupun luar kota Yogyakarta.
Menurut Ketua Panitia, M. Kamal Musadad, Gigi Implan sebenarnya merupakan salah satu metode yang sering di gunakan di negara-negara maju. Namun di Indonesia, permasalahan biaya menjadi masalah utama. Selain itu, metode ini memang hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi yang memiliki kompetensi lanjutan. “Perlu pembelajaran ekstra untuk melakukan penanaman gigi implan. Maka dari itu kita berinisiatif untuk mengadakan kegiatan ini agar pengetahuan tidak hanya dimiliki secara mendasar melainkan hingga teknik-teknik implan terkini,” terangnya.
Kamal menjelaskan, Gigi Implan merupakan salah satu metode terkini gigi palsu untuk menggantikan gigi yang hilang menggantikan. Gigi implan ditanam secara permanen di dalam tulang rahang. Gigi Implan biasanya terbuat dari titanium yang berfungsi menggantikan akar gigi. Gigi yang akan ditanam ini akan memiliki bentuk dan fungsi yang kualitasnya mendekati gigi asli.
Gigi Implan, menurut Kamal, saat ini memang menjadi metode yang paling berhasil ditemukan di dunia kedokteran gigi. Metode ini menghasilkan gigi yang paling berkualitas melebihi metode-metode yang lain. “Selama ini yang umum digunakan masyarakat adalah gigi tulang lepasan, gigi tulang lengkap, dan gigi tulang cekat. Metode-metode ini jauh di bawah gigi Implan yang permanen sehingga tidak perlu melakukan pelepasan dan pembersihan gigi secara berkala. Perbedaan gigi implan hanya berupa tidak adanya gerakan individual yang dimiliki oleh gigi asli,” jelasnya.
Sementara Ketua Program Studi KG UMY, drg. Hastoro Pintadi Sp. Prost menjelaskan, selain mahal, proses pembuatan gigi implan ini menang membutuhkan waktu lama sehingga masyarakat jarang untuk memilih metode ini. “Padahal, implan gigi cukup efektif dan akan membuat pasien merasa puas. RSGMP AMC UMY pun sejak tahun ini sudah mampu melakukan metode ini sebagai pilihan kepada masyarakat sebagai tanggung jawab profesional dokter gigi”
Hastoro juga menjelaskan kegiatan seperti ini mamang dilakukan secara rutin Dentist School UMY. Selain mengembangkan wawasan keilmuan kegitan ini juga berupaya fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan akademis maupun praktisi. “Perkembangan kedokteran gigi dunia sangat cepat sekali dan akan selalu memunculkan hal-hal baru dengan tujuan meningkatkan kualtias hidup”, tandasnya.

published at:
http://nationalgeographic.co.id/lihat/berita/2415/biaya-jadi-kendala-perkembangan-gigi-implan-di-indonesia
http://metrotvnews.com/read/news/2011/12/08/74745/Gigi-Implan-Mendekati-Gigi-Asli

on 08 December 2011 | | A comment?

Pemerintah Tak Lihat Atlit Sebagai Profesi

Kemenangan Indonesia sebagai juara umum Sea Games XXVI lalu dinilai sejumlah kalangan tidak sempurna lantaran sejumlah medali Indonesia justru diraih di cabang-cabang olahraga yang tidak diselenggarakan di pentas Olimpiade, seperti silat, panjat tebing dan lain-lain. Olahraga di Indonesia masih jauh di bawah kualitas dunia. Hal ini dikarenakan pemerintah belum tanggap dalam membuat atlit sebagai sebuah profesi yang dipilih masyarakat.
Demikian disampaikan Drs. Agus Tri Basuki, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FE UMY) dalam diskusi publik “Di Balik Gemerlap Sea Games XXVI” yang diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FE UMY di Mini Theater, Gedung D Kampus Terpadu UMY, Rabu (7/12).
Pemerintah, menurut Agus memang belum melihat atlit sebagai sebuah karir profesional. Pemerintah pusat maupun daerah tidak melakukan pelembagaan pada sejumlah cabang-cabang olahraga dengan baik. Di Cina misalnya, pemerintah benar-benar melakukan pembinaan berkomitmen sejak usia dini dan menjamin kesejahteraan mereka. “Di Cina, seorang kutu buku bisa disulap jadi juara dunia angkat besi karena pencari bakat melihatnya berpotensi di cabang tersebut. Setelahnya, ada gaji yang cukup besar bagi pelatih olahraga”, terangnya.
Selanjutnya menurut Agus, Di Cina meskipun minat terhadap sebuah cabang olahraga kecil, pemerintah berupaya menimbulkan minat tersebut pada orang-orang yang dinilai berbakat. Lalu Cina mengumpulkan bakat-bakat atlit tersebut ke dalam lembaga-lembaga pendidikan yang fokus terhadap olahraga. Mereka dididik sehingga menghasilkan kualitas atlit yang maksimal, padahal pembinaannya cenderung memerlukan dana minim.
Berbeda dengan di Indonesia, pemerintah belum mampu melakukan pelembagaan seperti yang dilakukan di Cina. Banyak Pemerintah Daerah yang tidak melakukan pembinaan sejak dini. “Mereka cenderung hanya mencari atlit-atlit yang memang sudah berprestasi untuk mengikuti kejuaraan-kejuaraan yang ada, menjelang PON misalnya. Kalau bonusnya kecil, atlit akan cari daerah lain yang bonusnya lebih besar. Prestasi jadi tidak maksimal.”
Agus menjelaskan, sebenarnya ada potensi membuka lapangan kerja jika dapat membuat olahraga mejadi profesional. Hal ini dilakukan di beberapa negara Eropa seperti Inggris dan Italia yang menarik investor untuk menyelenggarakan kompetisi-kompetisi di sejumlah cabang olahraga profesional. “Hal ini dapat menggairahkan olahraga untuk semakin berkembang, dan mebuat masyarakat melihat atlit sebagai sebuah profesi, terutama sepakbola. ”,terangnya
Agus menghimbau, sekarang tinggal bagaimana pemerintah berkomitmen untuk membuka lapangan pekerjaan melalui olahraga. Karena selain pekerjaan sebagai atlit, majunya olahraga yang professional dapat menumbuhkan ekonomi rakyat dengan kebutuhan-kebutuhan akan fasilitas olahraga. “UMKM bisa berkembang untuk membuat alat-alat olahraga” tandasnya.
published at:

on 07 December 2011 | | A comment?

Dituntut Mandiri, Mahasiswa Jangan Terpaku Dosen

Perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tertinggi selalu dituntut untuk memiliki dosen sebagai pengajar yang berkualitas. Tidak seperti guru, seorang dosen lebih diposisikan sebagai fasilitator pengembangan intelektual mahasiswa. Permasalahannya, mahasiswa baru seringkali terjebak pada lingkungan SMA dengan keberadaan guru sehingga kesulitan melakukan pengembangan diri.
Demikian disampaikan Ketua Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahim Abdurahim, SE., M.Si, Akt di sela-sela kegiatan Bridging Mahasiswa Akuntansi UMY 2011/2012, “Improving Your Intellectual and Moral Capacity toward Prospective Accountant” yang berlangsung sejak 3 Desember 2011 hingga 21 Januari 2012 mendatang, di Kampus Terpadu UMY.
Menurut Ahim, berbeda dengan guru sekolah yang benar-benar mengarahkan siswa, dosen lebih diletakkan sebagai pemberi ilmu dalam perkuliahan, dan fasilitator saja. Mahasiswa dituntut untuk tidak terpaku hanya pada apa yang diberikan oleh dosen di kelas. Mahasiswa sepantasnya mengembangkan pengetahuan mereka di berbagai sarana. “Dosen bukan segala-galanya. Logikanya, saat lulusan perguruan tinggi diwawancarai untuk masuk kerja, bukan dosen yang mewawancarai mereka. Mereka perlu referensi yang jauh lebih dari yang ada di perkuliahan” terangnya.
Mahasiswa juga dituntut untuk mandiri dalam memilih minat apa yang ingin mereka kembangkan. Fasilitas-fasilitas non-kulikuler, himpunan mahasiswa misalnya, dibentuk hanya sebagai sarana memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mahasiswa untuk berekspresi. “Universitas hanya memberi sarana, mahasiswa harus punya ide sendiri dalm mengadakan kegiatan seminar, lomba-lomba, atau kegiatan lain. Softskill seperti ini mengantarkan mereka ke pintu dunia kerja”, jelasnya.
Salah satu pengembangan intelektual lain menurut Ahim cukup berpengaruh terhadap dunia kerja adalah kemampuan menulis menulis ilmiah. Menulis secara ilmiah menurutnya dapat mengasah mahasiswa untuk berpikir runtut, sistematis dan logis. Di dunia kerja, hal semacam itu merupakan kemampuan dasar. Ditambah lagi dalam membuat keputusan secara akurat berdasarkan data yang akan ada dalam karya ilmiah dan dunia kerja.
Terkait dunia kerja, Ahim menilai, meskipun tugas dosen adalah sebagai pengajar di kelas, dukungan dosen yang juga berpengalaman sebagai praktisi Akuntansi tetap diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar perkuliahan tidak terpaku pada teori saja, sehingga mahasiswa memperoleh bayangan jelas. “Mahasiswa kedokteran saja pengajarnya seorang dokter. Mustahil jika seorang calon ahli keuangan daerah diajar oleh orang yang tidak tahu keuangan daerah itu seperti apa”, tandasnya.
Bridging Mahasiswa Akuntansi, merupakan program pengenalan dan penguatan kemampuan akademik serta softskill menghadapi sistem dan lingkungan belajar yang baru. Dalam program ini, para dosen akan memberikan sejumlah materi untuk tujuan tersebut, seperti kemampuan penulisan ilmiah, diskusi, presentasi, etika akademik, serta Bahasa Inggris.
published at:

on 03 December 2011 | | A comment?

Konflik, Jangan Dipandang Negatif

Berbagai macam konflik kekerasan terjadi di Indonesia akibat kepentingan sejumlah golongan yang bersifat membahayakan kemanusiaan. Padahal, permasalahan yang tadinya menjadi pemicu pun tidak juga terselesaikan. Kondisi seperti ini dinilai terjadi karena masyarakat Indonesia cenderung melihat konflik dari pendekatan negatif. Seharusnya masyarakat melihat konflik merupakan hal positif sebagai bagian dari kehidupan.


Dari kiri ke kanan, Rusdiyanto (Kesbanglinmas DIY), Dr. Zuly Qodir (Dosen IP UMY), Drs. Muhammad Azhar, MA (Dosen FAI UMY)
Demikian disampaikan Dr. Zuly Qodir, Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)saat mengisi Diskusi Publik bertajuk “Mengurai Konflik Menuju Damai, Upaya Meraih Perdamaian yang Hakiki” yang diadakan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) bekerjasama dengan Lembaga Human Institute, Himpunan Mahasiswa Islam Tunas Bangsa (HMI TB) UMY, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIPOL) UMY, Rabu (30/11) di Ruang Sidang Fakultas Hukum Kampus Terpadu UMY.
Menurut Zuly, kebanyakan masyarakat terlanjur melihat perbedaan kepentingan dari kacamata negatif. Masyarakat menilai perbedaan kepentingan merupakan suatu hal yang membayakan sehinnga dapat berujung destruktif bagi mereka. Sehingga cara yang ditempuh mereka adalah dengan menghilangkan kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan mereka tersebut. Akibatnya, perbedaan kepentingan selalu berujung pertikaian.
Zuly menjelaskan, seharusnya masyarakat memandang positif konflik sebagai hal yang wajar. Setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Apalagi Indonesia terkenal dengan keragaman latar belakang budaya sehingga rawan timbul konflik kepentingan. “Konflik itu lumrah, bagian dari kehidupan, sekarang tinggal bagaimana melakukan manajemen konflik. Ada upaya negosiasi, dialog sehingga terjadi kesepakatan di antara pihak-pihak terkait suatu konflik.”
Sementara Staff Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Provinsi DIY, Rusdiyanto menilai upaya manajemen konflik ini tidak dapat berhasil jika hanya menitikberatkan pada upaya pemerintah. Pemerintah perlu bantuan masyarakat dan para tokohnya serta para stakeholder dalam upaya identifikasi masalah yang terjadi dalam sebuah konflik. “Sehingga pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan advokator dapat menentukan kebijakan yang solutif bagi seluruh pihak”, jelasnya.
Rusdiyanto juga melihat tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu penciptaan upaya pembauran dan asimilias kehidupan sosial masyarakat yang berbeda suku, agama, ras dan golongan, serta kehadiran kelompok penyeimbang. Seluruh pihak secara bersama dapat berupaya menghindari polarisasi atau pengelompokan masyarkat yang mengangkat sentimen potensi perbedaan secara sempit dan radikal. “Dengan pembauran, masyarakat akan mengenal adat satu sama lain sehingga terjadi toleransi, bukan justru mengelompokkan mereka di tempat berbeda” terangnya.
Selain kedua pembicara tersebut, diskusi ini juga menghadirkan Drs. Muhammad Azhar, MA , Dosen Fakultas Agama Islam UMY yang menilai bangsa Indonesia terlanjur memiliki psikologi sebgai masyarakat tertindas sehingga melihat segala hal dari keburukannya. Sehingga perlu meningkatkan optimisme masyarakat dengan keteladanan pemerintah dan para tokoh masyarakat.
published at:

on 30 November 2011 | | A comment?