Respon Minat Masyakarat Akan Perbankan Syariah, Prodi IESP UMY Raih Akreditasi A

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menorehkan peningkatan kualitas perguruan tinggi dibuktikan dengan perolehan peringkat sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbaik se-DIY versiWebometrics dan PTS Terbaik Ke-2 di Indonesia versi 4ICU tahun ini. Raihan prestasi tersebut ternyata tidak dilakukan hanya pada tataran universitas secara umum. Upaya peningkatan kualitas ini juga diperlihatkan oleh setiap program studinya.
Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UMY, menjadi salah satu prodi yang memperlihatkan raihan perstasi tersebut. IESP UMY meraih akreditasi A berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT), Oktober 2011.
UMY, menjadi salah satu dari hanya 6 PTS se-Indonesia yang meraih akreditasi A. Secara keseluruhan, dari 145 Perguruan Tinggi yang menawarkan Prodi Ilmu Ekonomi dengan variasi nama, sejumlah 24 PT yang terakreditasi A.
Menurut Ketua Prodi IESP UMY, Drs. Masyhudi Muqorobin, M.Ec, Akt.,  keberhasilan ini tidak lepas dari upaya IESP UMY merespon situasi perbankan syariah yang sedang menjadi fenomena di Indonesia. Dari kondisi maraknya perbankan syariah tersebut, masyarakat sadar akan permasalahan berupa kurangnya sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan perbankan syariah tersebut. “Berangkat dari hal tersebut, kami berupaya maksimal dalam mengislamkan ilmu ekonomi”, jelasnya.
Selanjutnya Masyhudi menjelaskan bahwa IESP UMY dalam meraih akreditasi A, memang menjadikan program ekonomi islam sebagai upaya terdepan. IESP  mendorong ilmu ekonomi dari ilmu konvensional berbasis metodologi barat menjadi ilmu ekonomi yang berbasis nilai-nilai Islam. Dalam hal ini, UMY menjadi satu satunya Prodi Ilmu Ekonomi di bawah DIKTI Kemendiknas yang menyelenggarakan program ekonomi islam tersebut.
Menurut Masyhudi, program ekonomi islam ini menjadi nilai unggul karena diselenggarakan dalam dua bahasa, Ekonomi Keuangan dan Perbankan Islam (EKPI) untuk program reguler berbsahasa Indonesia, dan International Program for Islamic Economics and Finance (IPIEF) dalam bahasa Inggris. Hasilnya tahun ini, IESP UMY menerima 116 mahasiswa baru meliputi 106 mahasiswa program reguler dan 14 dalam program IPIEF termasuk 2 mahasiswa masing-masing asal Malaysia dan Thailand.
Selain jumlah mahasiswa baru yang mengalami peningkatan tersebut, Masyhudi mengungkapkan bertambahnya jumlah mahasiswa baru yang memiliki prestasi bagus selama menempuh pendidikan sebelumnya sebanyak 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa saat ini, IESP UMY telah berkembang menjadi program studi yang tidak hanya menjadi pilihan kedua. “Peserta didik berprestasi pun kini memilih IESP UMY. Artinya kami telah menjadi pilihan utama untuk mempelajari ilmu ekonomi” jelasnya.
Pada akhirnya Masyhudi mengharapakan, Ekonomi berbasis Islam ini dapat menjadi berkembang sejalan dengan visi dan misi UMY, Unggul dan Islami serta mendorong Universitas Muhammadiyah lain untuk memiliki program serupa. Saat ini, UMY menjadi satu-satunya perguruan tinggi Muhammadiyah yang terakreditasi A.

on 22 October 2011 | | A comment?

Kabinet Tambun Rawan Konflik, Dampak Tekanan Koalisi

Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II menjadi agenda yang akhirnya dilaksanakan SBY setelah berbagai pemberitaan sebelumnya. Pelantikan para punggawa baru dilakukan Rabu (19/10) lalu di Istana Negara, Jakarta. Namun, besarnya pengaruh koalisi dalam proses penggantian anggota kabinet tersebut dinilai akan menghasilkan kabinet yang rawan konflik. Terlebih adanya penambahan Wakil Menteri dengan jumlah besar yang menciptakan kabinet tambun.
Demikian diungkapkan Tunjung Sulaksono, SIP. MA., Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IP UMY) saat diwawancara di Laboratorium Ilmu Pemerintahan, Kampus Terpadu UMY, Kamis (20/10).
Dalam peromabkannya, SBY menggusur 8 menteri sekaligus dan menggeser 4 menteri ke jabatan menteri lainnya. SBY juga mengangkat 13 Wakil Menteri di berbagai Kementrian sehingga jumlah Wakil Menteri di Kabinet menjadi 20 orang.
Tunjung menyoroti jumlah penambahan 13 wakil menteri yang cenderung membuat kabinet rawan konflik internal. SBY bahkan menempatkan wakil menteri lebih dari satu di dalam satu kementerian. Dalam Kementrian Keuangan misalnya, SBY menggeser Mahendra Siregar dari pos lama di Kementrian Perdagangan. Padahal, sebelumnya SBY telah mengangkat Fasli Djalal. “Adanya wakil menteri yang diharap memaksimalkan kinerja saja  dalam proses pengambilan keputusan memiliki resiko konflik, apalagi jika jumlah wakil menterinya lebih dari satu”, jelasnya.
Tunjung selanjutnya melihat kecendrungan kabinet tambun akan mengakibatkan birokratisasi yang berbelit, sehingga dinilai akan jauh dari tujuan efektifitas kabinet dan akan cenderung kesulitan untuk beradaptasi pada lingkunagn yang baru. “Sudah banyak teori yang menjelaskan bagaimana sebuah organisasi tambun akan sulit saat dihadapkan pada perubahan”, jelasnya.
Lebih lanjut Tunjung menilai tidak adanya efektifitas dalam pembentukan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Menurutnya, hasil evaluasi kinerja setiap kementrian yang dihasilkan UKP4 relatif tidak dipergunakan SBY dalam melakukan reshuffle. “UKP4 terlihat bukan sungguhan karena produksinya tidak tidak dipakai sebagai indikator objekif”.
Dari semua fenomena ini, Tunjung menyimpulkan bahwa permasalahan yang muncul pada upaya perbaikan kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II ini adalah pada tekanan koalisi partai pendukung SBY yang sangat besar. Besarnya tekanan tersebut menurut Tunjung membuat SBY memilih jalan aman mengangkat wakil menteri dari kalangan profesional untuk menunjang kinerja pos-pos menteri yang ditempati orang-orang parpol.  “Kalaupun harus ganti menteri, orang-orang parpol akan digeser ke pos-pos baru”, jelasnya.
Reshuffle kabinet ini dinilai Tunjung pada akhirnya hanya sebatas agenda politik pencitraan SBY yang berupaya terlihat serius dalam melakukan peningkatan kinerja kabinetnya. Gembar-gembor pra-reshuffle yang terkesan dramatis memperlihatkan hal tersebut. Namun, Tunjung berharap pergantian para pimpinan ini tetap akan memberikan perubahan. “Terlepas dari itu semua, mari kita lihat 4-5 bulan ke dapan efektitas perombakan ini. Dahlan Iskan salah satu pilihan yang paling berpotensi memberi peningkatan. Lihat kinerjanya saat merubah PLN menjadi lebih bagus”, tandasnya.
published at:

on 20 October 2011 | | A comment?

UMY luluskan 834 Wisudawan, Pemuda Dituntut Tentukan Masa Depan Sejak Dini


Dalam tantangan dunia pekerjaan yang semakin kompetitif dewasa ini, setiap individu pemuda dituntut unutk tanggap dalam menentukan ke arah mana masa depan mereka sedini mungkin.
Demikian disampaikan Dr. Abdullah Sumrahadi ketika menyampaikan sambutan selaku perwakilan Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam Wisuda Sarjana dan Pascasarjana periode I tahun akademik 2011/2012 di Gedung Sportorium UMY Sabtu (15/10).
Menurut lulusan tahun 2000 program studi Ilmu Hubungan Internasional (HI) UMY ini, ada tiga prospek yang dapat dipilih para pemuda sejak duduk di bangku perkuliahan. Mahasiswa dituntut untuk memahami posisinya untuk menjadi seorang karir professional, wirausahawan, atau menjadi seorang akademisi di masa depannya sehingga mengerti apa yang harus dilakukan sejak masih kuliah.
Abdullah juga memberi gambaran kepada para wisudawan untuk berimajinasi setinggi-tingginya dan membuat karya. Menurutnya, kekuatan manusia salah satunya diukur dari karyanya.  “Karya itu dimulai dari imajinasi. Saya tidak pernah bermimpi belajar di luar negeri, tapi saya bermimpi untuk mengajar di luar negeri”, terang Dosen yang kini mengajar di Universiti Utara Malaysia (UUM) ini memacu para wisudawan.
Selain itu, Abdullah juga menerangkan bahwa dalam meraih masa depan, ada dua kunci utama. Dua Hal yang dimaksud Abdullah adalah kunci pengetahuan dan kunci informasi. “Lulusan perguruan tinggi harus memiliki ilmu akademis serta jaringan informasi sehingga mudah untuk memperoleh pekerjaan”, urainya.
Sementara Rektor UMY, Ir. Dasron Hamid, M.Sc menilai arti penting jaringan yang harus dibangun untuk menunjang kompetensi diri. Jaringan dan komptensi ini menurutnya dapat diraih dengan aktif berorganisasi. “Organisasi bukan halangan untuk lulus tepat pada waktunya. Aktif berorganisasi justru sebuah modal besar”. Dasron lalu mencontohkan Rubianto, Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) yang lulus tepat waktu meskipun sempat menjadi Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMY periode 2009-2011.
Wisuda Sarjana dan Pascasarjana UMY kali ini meluluskan 834 orang meliputi 782 wisudawan S1, dan 52 wisudwan S2. Dengan jumlah ini, UMY secara keseluruhan telah meluluskan 26510 wisudawan S1 dan 1275 wisudawan S2 sejak berdirinya universitas. Dalam acara ini, UMY memberikan penghargaan bagi wisudawan tercepat, Irfan Saiful, S.Ikom dari Ilmu Komunikasi yang menempuh kuliah selama 3 tahun 7 bulan dan 18 hari.
Sementara wisudawan terbaik sekaligus termuda diraih oleh Rafiazka Milanida Hilman, SIP dari program studi Ilmu Hubungan Internasional-International Class (HI-IC) yang lulus bahkan lulus di umur 19 tahun 5 bulan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hampir sempurna, 3,95.
published at: 

on 15 October 2011 | | A comment?

Radikalisme, Produktif Jika Diarahkan Kepada Hal Positif

Kekerasan, apapun bentuknya dan atas nama siapapun alasannya, tidak bisa diterima dan dibenarkan dalam tatanan kehidupan umat manusia. Islam, yang saat sejak tragedi 11 September 2001 di-cap sebagai teroris yang kerap dikaitkan dengan radikalisme. Namun menurut Drs. Djoko Susilo, MA, Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss, etos kerja orang-orang yang disebut radikal dapat diarahkan menjadi energi yang produktif dan bermanfaat.
Demikian disampaikan Djoko saat berkunjung ke Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam Kuliah Umum bertajuk “Pesan Agama: Deradikalisasi untuk Perdamaian” yang diadakan bagi sivitas akademika Fakultas Agama Islam (FAI) UMY, Jumat (14/10) di Ruang Sidang Gedung AR Fahruddin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY.
Dalam hal ini Djoko menerangkan, Swiss sampai 100 tahun yang lalu masih menjadi negara yang dipenuhi konflik-konflik di dalam agama maupun antar agama di negara tersebut. Konflik-konflik tersebut memunculkan orang-orang agama yang radikal. Namun, seiring berjalan waktu kondisi ini dapat dimanfaatkan ke berbagai hal positif. Djoko mencontohkan bagaiamana perusahaan-perusahaan Swiss saat ini memiliki produktifitas yang sangat tinggi apalagi dibandingkan dengan Indonesia. “Tenaga kerja mereka sangat terbatas, tapi sangat produktif. Ini contoh mengarahkan orang beretos kerja tinggi yang positif”, jelasnya
Sementara menurut Dekan FAI UMY, Dr. Nawari Ismail, M.Ag., Kuliah Umum ini memang diadakan mengingat perguruan tinggi diperlukan dalam memerankan bagian yang proaktif dalam gerakan deradikalisasi dan anti kekerasan. “Terlebih lagi bagi Fakultas Agama Islam, yang lebih banyak mengkaji studi Islam, maka salah satu kewajiban morilnya adalah turut menebarkan pesan-pesan perdamaian”.
Nawari menjelaskan, di tanah air kita sendiri sudah menyaksikan bagaimana tindakan yang jauh dari kedamaian dan keadaban itu telah menelan ribuan jiwa dan menghancurkan harta benda tak terkira. “Muhammadiyah memiliki pandangan yang kuat dan tegas tentang paham agama. Setelahnya diterjemahkan ke dalam realitas kehidupan yang lebih akrab dengan kesantunan, kelembutan, dan kemanusiaan”, jelas Nawari.
Nawari juga menjelaskan, banyak alasan logis yang bisa dikemukakan, mengapa kita menolak kekerasan? Pertama, kekerasan merupakan ekpresi kongkret dari radikalisasi dan gerakan radikal—termasuk yang mengatasnamakan agama atau sambil melantangkan nama Sang Pencipta, Allah Akbar. Kedua, kekerasan dan gerakan radikal sangat dekat dengan dengan anarkisme dan karena itu merusak sistem sosial dan kehidupan manusia yang beradab. Ketiga, kekerasan dan radikalisme tidak pernah diproklamirkan oleh agama yang autentik atau Risalah Islamiyah sebagai pesan dan doktrinnya.
published at:

on 14 October 2011 | | A comment?

Masyarakat Muslim Moderat, Modal Diplomasi Indonesia

Indonesia di mata dunia, menjadi negara yang memiliki identitas yang sangat beragam. Pluralisme tersebut semestinya menjadi modal besar bagi Indonesia untuk memperlihatkan eksistensinya di kancah Internasional. Ada banyak aspek yang masih bisa digali untuk dijadikan modal tersebut. Salah satunya adalah fenomena masyarkat muslim Indonesia yang moderat.
Demikian disampaikan Aziz Nurwahyudi, MM. MA saat kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Konselor Politik di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Praha, Republik Ceko, akhir Sepetember lalu. Aziz menyampaikan hal tersebut di hadapan mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muahmmadiyah Yogyakarta (HI UMY) dalam Kuliah Umum “Diplomacy in Practice”, Kamis (13/10) di Ruang Simulasi Sidang HI, Kampus Terpadu UMY.
Menurut Aziz, kondisi Indonesia, sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia dapat menjadi sarana diplomasi penting bagi negara ini. Para diplomat Indonesia dapat memperlihatkan Indonesia sebagai negara yang toleran meski memiliki masyarkat plural. “Masyarakat Muslim di Indonesia tetap menghormati agama-agama lain dan berjalan berdampingan tanpa permasalahan berarti”, jelas diplomat yang ditugaskan di Praha sejak 2007 ini.
Lebih lanjut Aziz menjelaskan, kondisi politik di Indonesia terkait masyarakat Muslimnya juga dapat menjadi modal. Meskipun memiliki masyarkat multikultural, keberadaan jumlah penganut agama Islam yang mayoritas tidak mempengaruhi berjalannya proses demokrasi di negara ini. “Tidak pernah ada korban ataupun permasalahan agama yang besar dalam Pemilu atau proses politik lain. Mesir, Tunisia, Libya dan negara-negara Timur Tengah bisa belajar hal tersebut dari Indonesia”, jelasnya
Indonesia menurut Aziz juga memang diberi modal yang sangat besar dengan budaya yang sangat beragam. Keunggulan Indonesia dari negara lain adalah bagaimana Indonesia dapat menampilkan tari-tarian, lagu, dan makanan yang tidak monoton seperti negara lain. “Di Ceko, kami berhasil mempromosikan keberagaman tersebut melalui film sehingga festival yang kami adakan sangat ramai dikunjungi penikmat film di Ceko”, terangnya
Dalam Kuliah umum tersebut Aziz juga mengharapkan UMY sebagai universitas besar yang berbasis Islam bisa menjadi pelopor untuk mempromosikan fenomena masyarakat muslim moderat ke luar negeri. Hal ini sangat mungkin dilakukan mengingat diplomasi tidak hanya dapat dilakukan lewat jalur resmi. “ Ada istilah Secondtrack Diplomat, setelah para pejabat Kementrian Luar Negeri, setiap warga Indonesia dapat menjadi wakil Indonesia dalam mempromosikan berbagai hal, termasuk mahasiswa” tutur lulusan Monash University,Melbourne, Australia ini.
Sementara Ketua Program Studi HI UMY, Dr. Ali Muhammad, MA menyambut baik kesediaan Aziz mengisi kuliah umum bagi para mahasiswa HI UMY ini. Ia menjelaskan bahwa kuliah umum seperti ini akan memiliki dampak positif yang besar bagi para mahasiswa. “Diplomasi dan Hubungan Internaisonal bukan sekdar teori yang selama ini dipelajari diperkuliahan. Mahasiswa sangat membutuhkan gambaran bagaimana praktek diplomasi dilakukan oleh para diplomat”, terang Ali.
published at;

on 13 October 2011 | | A comment?